LUANG Prabang, kota kecil di Laos yang sangat menarik. Kotanya indah, dibelah aliran Sungai Mekong, memiliki banyak bangunan tua dan kuil-kuil bersejarah yang didominasi warna emas mempesona. Tidak mengherankan jika Luang Prabang sejak 1995 ditetapkan sebagai World Heritage oleh UNESCO. Kota tua itu berhasil mempertahankan tradisi, dan memiliki struktur arsitektur perkotaan yang unik.
Di Luang Prabang, ritme kehidupan berjalan lambat dan santai. Suasananya barangkali sedikit mirip dengan Indonesia tahun 1980-an. Masyarakatnya ramah dan paham benar bahwa sebagian roda ekonomi di kota yang tenang dan bersih itu bertumpu pada pariwisata.
Jika Anda datang ke Luang Prabang, ada banyak objek wisata cantik yang bisa didatangi. Namun yang tidak boleh dilewatkan adalah menyaksikan ritual Tak Bat yang dimulai pagi-pagi buta. Ritual itu sudah ada ratusan tahun lalu, dilakukan setiap pagi oleh pendeta Budha dari beragam usia. Para biksu berbaju oranye, berjalan telanjang kaki, membawa bejana dan tempat lainnya untuk menerima donasi makanan dari masyarakat dan juga wisatawan asing.
Masyarakat sudah menunggu kedatangan mereka sejak pukul 05.00 bahkan terkadang lebih pagi dari itu. Mereka menggelar tikar, membeli makanan mulai dari nasi ketan dan beragam kue, lauk, serta makanan ringan lain, kemudian duduk diam, sabar menunggu. Ketika para biksu lewat, mereka memberi penghormatan dengan cara berlutut, sebelum memasukkan makanan ke dalam tas atau pun wadah jenis lain yang dibawa para biksu.
Di Luang Prabang dan Laos pada umumnya, masyarakatnya menganut aliran Budha Theravada. Aliran ini tidak membolehkan para biksu bertani dan memasak makanan sendiri. Mereka makan dari donasi masyarakat dan dalam satu hari hanya boleh makan satu kali.
Sudah bertahun-tahun ritual Tak Bat menarik minat wisatawan mancanegara. Mereka rela bangun pagi, berjalan kaki atau memesan tuk tuk, kemudian ikut menunggu dalam gelaran tikar di trotoar yang dipinjamkan penjual makanan khusus untuk acara tersebut. Sebagian wisatawan memilih berdiri dan bersiaga dengan kamera. Bahkan, banyak di antara mereka rela bangun pagi lagi keesokan harinya untuk mendapatkan momen foto yang tepat.
Di mana ritual Tak Bat dilakukan? Jangan ragu bertanya pada masyarakat lokal mau pun petugas di hotel atau penginapan. Mereka pasti akan memberi informasi detail, berikut cara mencapai jalan-jalan yang akan dilalui para pendeta Budha (biksu).(*)