ARAHDESTINASI.COM: Menjelajah hutan adat Wana Posangke dan bertemu dengan Suku Taa akan memberi pengalaman tidak terlupakan. Bayangkan, bisa tidur di rumah tradisional yang sebagian besar terbuat dari kulit kayu beratap daun rotan, beraktivitas sehari-hari layaknya masyarakat Suku Taa, dan mengikuti beberapa prosesi upacara tradisional yang kaya kearifan lokal. Belum lagi bisa menyaksikan keindahan dan keberagaman hutan adat Wana Posangke.
Suku Taa
Ahmad Azhar yang biasa dipanggil Aca dari Journey Adventure, biasa membawa dan memandu wisatawan nusantara da mancanegara melakukan aktivitas di hutan adat Wana Posangke. Aca yang sudah lama mengenal masyarakat Suku Taa, memunyai beragam kisah yang tak segan dia bagikan.
Suku Taa, kisahnya, sebagian besar masih hidup nomaden atau selalu berpindah tempat, setiap tahun. Suku Taa atau kerap disebut Suku Wana, hidup menyebar di Pegunungan Tambusisi, Gunung Tokala, dan Cagar Alam Morowali.
Mereka hidup berkelompok dengan ikatan kekeluargaan yang sangat kuat, dan dikenal sebagai peladang berpindah dengan sistem rotasi untuk menjaga kesuburan tanah secara alami. Mereka punya kearifan lokal sendiri, salah satunya saat membuka lahan diawali dengan upacara adat yang diberi nama Kapongo dengan tujuan meminta izin pada penguasa alam. Hutan, tutur Aca, bagi Suku Taa merupakan tanah leluhur yang harus selalu dijaga.
Suku Taa punya pandangan sederhana tentang hidup dan alam. Mereka juga dikenal sebagai penyumpit ulung saat berburu. Pada waktu tertentu, Suku Taa keluar hutan untuk melakukan perdagangan dengan jaringan pedagang pantai untuk mendapatkan sandang, garam, dan alat-alat yang terbuat dari logam.
Berkunjung ke Suku Taa akan menjadi pengalaman unik. Tidur di rumah adat yang sebagian besar terbuat dari kulit kayu, ikut aktivitas di ladang, mengambil rotan, berburu, dan juga melihat upacara adat seperti pengobatan khas Suku Taa yang disebut Momago.
Wisatawan juga bisa menyaksikan keahlian mereka membuat keranjang, gelang, dan berbagai peralatan dari rotan. Lebih seru lagi diajak ikut menikmati makanan khas Suku Taa. Di antaranya Gata (mirip dengan papeda di Papua), tapi terbuat dari sari umbi atau ubi. Ampas dari ubi, akan disimpan di atas perapian hingga mengering dan keras. Ampas itulah yang menjadi cadangan atau persediaan makanan saat tiba musim hujan.
Cara Berkunjung, Baca info selengkapnya di e-magazine Neo Normal